Senin, 29 November 2010

Kelas X Sem 1: Surat Kabar atawa Koran


Surat Kabar
·         Koran atau surat kabar merupakan lembaran-lembaran Informasi ukuran besar yang terdiri dari 8 sampai deng 20 halaman. Beberapa Koran tertentu dalam satu edisi bahkan mencapai 100 halaman seperti koran KOmpas edisi khusus atau koran Tempo.  Isinya  berita baik dalam dan luar negeri, sastra, hiburan, iklan dan lain-lain.
·         Koran termasuk produk jurnalistik. Isi koran dalam digolongkan ke dalam tiga kelompok Informasi yaitu a). Berita atau news, 2). Pandangan, komentar, ulasan (views) 3). Iklan/perkenalan yang bersifat propaganda (advertisement).
·         Bahasa pengantar  yang dipakai dalam koran di Indonesia antara lain Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah (Sunda dan Jawa), dan Bahasa Asing (Inggris, Mandarin dan sebagainya).
·         Sebagian besar koran yang ad adi Indonesia berbahasa Indonesia seperti Koran Tempo, Kompas, Suara Pembaharuan, Indopos, Pos Kota dan sebagainya.
·         Surat kabar berbahasa Sunda yang masih terbit hingga saat ini adalah, koran mingguan Giwangkara, koran harian  Sunda asal namanya adalah koran Kujang, dan Tabloid Galura.
·         surat kabar berbahasa Sunda pertama yang diterbitkan di Bandung adalah “Sora-Merdika” pimpinan Moh. Sanoesi. Tahun I No. 3 terbit pada tanggal 1 Mei 1920. Ada pula yang menyatakan, surat kabar pertama berbahasa Sunda itu adalah Soenda Berita, tetapi belum jelas kapan terbitnya. Di masa itu terbit pula “Mingguan Soenda Soemanget” diasuh Tunggono. Mingguan bahasa “Sunda Padjadjaran” dipimpin Haris Soema Amidjaja dan “Siliwangi” diasuh Ema Brata Koesoema. Tercatat pula data terbitnya “Pendawa”, pimpinan Gatot. Terbit pula berkala berbahasa Sunda, “Masa Baroe”, “Sapoedjagad”, “Simpaj” dan “Isteri Merdeka”. Ada pula penerbitan koran “Panglima” di Tasikmalaya. “Sipatahoenan” yang pernah menjadi harian di bawah pimpinan A.S. Tanoewiredja selanjutnya dipimpin Bakri Soera Atmadja dan Moh. Koerdie. “Sipatahoenan” sempat pula terbit di Tasikmalaya. Pada masa itu pula terbit “Sinar Pasoendan” dipimpin Ali Ratman dengan Pemimpin Redaksinya Imbi Djajakoesoema dan wakilnya O.K. Yaman. Redaktur Harian adalah Moh. A. Afandi dan Iding Wangsawidjaja. Di Tasikmalaya lahir “Tawekal” pimpinan Harsono, “Galoeh” di Ciamis pimpinan Arsim Karma Winata, “Balaka” pimpinan Ikik Wiradikarta.
·          Di zaman pendudukan Jepang semua surat kabar yang ada di Bandung dan Jawa Barat ditutup. Semuanya disatukan menjadi satu penerbitan yaitu surat kabar “Tjahaja” di bawah pengawasan Sendenbu. Pimpinan “Tjahaja” pada waktu itu ditunjuk Oto Iskandar Di Nata dan Bratanata. Penghentian penerbitan seluruh surat kabar di Bandung dan sekitarnya oleh Jepang, kemudian dilebur menjadi surat kabar “Tjahaja”, merupakan bagian dari usaha Jepang untuk mengawasi penerbitan surat kabar secara ketat. Setelah pendudukan Jepang berakhir, di Bandung tercatat ada penerbitan surat kabar “Soeara Merdeka” yang dipimpin oleh Boerhanoeddin. Begitu Belanda masuk membonceng Sekutu, “Soeara Merdeka” mengungsi ke Tasikmalaya. Pada tanggal 24 Maret 1946 terjadi peristiwa Bandung Lautan Api (BLA) yang membuat masyarakat Bandung mengungsi ke Bandung Selatan, bahkan sempat ke Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Koran “Soeara Merdeka” pun diungsikan ke Tasikmalaya untuk melanjutkan perjuangannya.
·          Ketentuan 25 Maret. Setelah merdeka, berbagai koran berbahasa  Sunda mulai bermunculan di beberapa daerah di Jawa Barat seperti “Sinar Majalengka” (1948) di Majalengka, “Warga” (1954) yang dipimpin oleh Eeng di Bogor, “Kalawarta Kudjang” (1956) di Bandung.
“Sipatahoenan” yang sempat terhenti penerbitannya, akhirnya bangkit kembali tetapi pada tahun 1985 menghentikan penerbitannya.
·          Pada awal tahun 1960-an Ajip Rosidi juga menerbitkan majalah Sunda. Media cetak yang cukup populer dan kini masih terbit adalah “Mangle”. Untuk pertama kali “Mangle” terbit di Bogor pada tahun 1957 dengan pendirinya RH. Oeton Muchtar dan Ny. RHE. Rochimika Sudarmika. Pada akhir tahun 1962 “Mangle” pindah ke Bandung dan kini terbit mingguan. Selain itu terbit pula “Giwangkara”, “Gondewa”, “Kalawarta Kudjang” dan “Galura”. Yang terakhir ini (Galura) tergabung dalam Grup Pikiran Rakyat sejak tahun 1975.
·          Setelah proklamasi kemerdekaan, di masa “Negara Pasoendan” diterbitkan “Harian Persatoean” yang terakhir dikelola Djawatan Penerangan pada waktu itu. Selanjutnya pada tahun 1950-an terbit “Harian Pikiran Rakjat” yang dirintis Djamal Ali bersama AZ. Sutan Palindih dkk. Pikiran Rakjat ini berhenti terbit setelah pada tanggal 25 Maret 1965 pemerintah mengeluarkan peraturan yang menentukan semua media cetak harus “menggandul” atau berafiliasi dengan partai politik. Pihak Redaksi “Pikiran Rakjat” yang pada waktu itu diwakili Sakti Alamsyah dan Atang Ruswita serta kawan-kawan ditawari Panglima Siliwangi Mayor Jenderal Ibrahim Adjie untuk bergabung dan berafiliasi dengan surat kabar Angkatan Bersendjata. Pada tanggal 24 Maret 1966 bertepatan dengan peringatan Bandung Lautan Api terbitlah “Harian Angkatan Bersenjata Edisi Jawa Barat/Pikiran Rakyat”. Judul “Pikiran Rakyat”-nya tercantum kecil di sudut kiri atas kop “Angkata Bersenjata” Edisi Jawa Barat. Setahun kemudian baru diperkenankan memakai kop “Pikiran Rakyat” (besar) sedangkan kop “Angkatan Bersenjata”-nya bertukar tempat menjadi huruf kecil di kiri atas halaman pertama. Pada tahun 1967 koran ini resmi menjadi “Harian Umum Pikiran Rakyat” hingga sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar